Kamis, 23 Februari 2012

Cara memakai Norma Penghitungan Penghasilan Bruto

Pengertian Norma Penghitungan Penghasilan Netto ( Pasal 14 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 ) a. Yaitu pedoman untuk menentukan penghasilan netto wajib pajak, karena wajib pajak tersebut tidak wajib melakukan pembukuan. b. Wajib Pajak yang boleh menggunakan norma penghitungan adalah wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat-syarat berikut : c. - Peredaran bruto dalam 1 tahun tidak mencapai Rp 4.800.000.000,00. - Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku. - Menyelenggarakan Pencatatan . d. Dalam hal wajib pajak tersebut tidak menyampaikan pemberitahuan kepada Dirjen Pajak seperti tersebut di atas, dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan. e. Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau pembukuan atau bukti-bukti pendukungnya, maka penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Ketentuan peredaran bruto sebesar 4.800.000.000 berlaku sejak UU PPh No 36 diberlakukan atau sejak tahun pajak 2009. Sebelumnya batas peredaran bruto adalah 600.000.000 2. CONTOH PEMAKAIAN NORMA untuk tahun pajak 2008 A. Wajib Pajak A kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan di Cirebon. - Peredaran Usaha dari Industri Rotan (setahun) di Cirebon Rp. 40.000.000,00 - Penerimaan bruto sebagai dokter (setahun) di Jakarta Rp. 72.000.000,00 Penghasilan neto dihitung sebagai berikut : - Dari industri rotan : 12,5% X Rp. 40.000.000,00 Rp. 5.000.000,00 - Sebagai dokter : 45% X Rp. 72.000.000,00 Rp. 32.400.000,00 jumlah penghasilan Neto Rp. 37.400.000,00 Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp. 37.400.000,00 - Rp. 8.640.000,00 = Rp. 28.760.000,00 Pajak penghasilan yang terutang : - 5% X Rp. 25.000.000,00 Rp. 1.250.000,00 - 10% X Rp. 3.760.000,00 Rp. 376.000,00 Jumlah Rp. 1.626.000,00 Catatan : a. Angka 12,5% untuk industri rotan, lihat kode 33100 b. Angka 45% sebagai dokter, lihat kode 93213 c. Istri tidak punya penghasilan. B. Seorang Wajib Pajak baru memiliki usaha sebagai pedagang eceran bahan makanan di Jakarta. Penjualan dalam satu bulan diperkirakan sebesar Rp. 15.000.000,00 Ia kawin dan mempunyai 2 (dua) orang anak. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sebagai angsuran dalam tahun berjalan dihitung sebagai berikut : Jumlah peredaran setahun = 12 X Rp. 15.000.000,00 Rp. 180.000.000,00 Persentase penghasilan menurut norma Kode 62320 = 25% Penghasilan neto setahun = 25% X Rp. 180.000.000,00 Rp. 45.000.000,00 Penghasilan Kena Pajak = penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak = Rp. 45.000.000,00 - Rp. 7.200.000,00 Rp. 37.800.000,00 Pajak Penghasilan yang terutang = 5% X Rp. 37.800.000,00 Rp. 1.890.000,00 pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar = 1/12 X Rp. 1.890.000,00 Rp. 157.500,00 Catatan : penghitungan diatas adalah untuk tahun pajak 2008 yang masih memberlakukan tarif dan PTKP sesuai dengan UU PPh No 17 tahun 2000

Tidak ada komentar: